Saya dan mas suam bergantian cuti tiap bulannya, untuk antar orang tua kontrol ke dokter.
Teringat dulu beliau juga bolak balik mengantar kami vaksin saat bayi, kontrol ke dokter kalau kami sakit (apalagi saya yang hingga usia 7 tahun setiap bulan rutin ke dokter).
Beliau yang rela mengantre pagi hari saat anaknya masuk tahun ajaran baru, dan juga beliau-beliau yang datang ke sekolah mendadak akibat ulah anaknya yang ujug-ujug dipanggil guru BP.
Ah, belum lagi masa-masa ambil rapor, rapat POMG, dan lainnya.
Bakti kami berganti, sepertinya harus begitu.
Hari ini, giliran saya cuti untuk antar mami (ibu dari mas suam) kontrol rutin ke dokter. Tempo hari, beliau juga sudah mendapat vaksin, ikut andil dalam mensukseskan program vaksin nasional di tahun kedua pandemi ini.
Saya mengawali hari dengan keluhan-keluhan, karena bahkan kami datang pagi pun, tetap dapat antrean dokter setelah makan siang. Belum lagi saya yang akhirnya skip sarapan, dan memutuskan brunch di kantin rumah sakit pinggir jalan.
Saya yang malas kumpul di ruang tunggu yang ramai, memutuskan menunggu di ruang tunggu depan RS. Dekat pintu masuk, tidak terlalu ramai pikir saya.
Ternyata justru saya yang banyak menyaksikan cinta kasih dan bukti bakti anak ke orang tuanya.
Mayoritas yang datang ke RS adalah lansia yang siap vaksin, juga lansia lainnya yang seperti mami, akan kontrol rutin bulanan.
Tentu mereka tidak datang sendiri, ada anaknya, menantunya, cucunya, adiknya, yang datang menemani.
Ada anak dengan dandanan cantiknya, turun dari motor dan menuntun ibunya yang sudah mulai susah berjalan kaki.
Ada pemuda yang tergopoh-gopoh menyiapkan kursi roda untuk ibunya, tak lupa membantunya turun dari mobil. Memakaikan sendal, merapikan jilbab, mendorong dengan penuh kesabaran.
Saat saya sedang makan di kantin, ada seorang ibu lansia yang sedang menelepon anaknya, mengabarkan proses vaksinnya sudah berjalan lancar, dan ia bercerita sedang menunggu menantunya menjemput.
Rasa hangat menyelimuti dada saya, keluhan-keluhan pagi tadi mungkin gak seberapa dibanding keluhan orang tua saat kita rewel, nakal, bandel. Tapi toh, mereka senantiasa sabar menghadapi kita.
Kalaupun kadang orang tua kita buat pusing, buat bingung, buat senewen kita, ya sudah lah ya, mungkin dulu juga kita sering berbuat yang sama untuk mereka.
Saya memang belum jadi orang tua secara official, tapi saya sudah disadarkan dan ditunjukkan bahwa sekuat apapun keinginan saya akan rasa mandiri, saya harus selalu ingat ada orang tua yang selalu membutuhkan saya.
This post is dedicated for them.