[STORY TIME] – My Covid19 Experience

banner blog tentang storytime

Dua tahun sejak huru hara Covid19 muncul di Indonesia, saya akhirnya terinfeksi juga. 

Tenang, tepat 1 bulan lalu diagnosa positif saya terima – saya saat ini insyaAllah sudah sehat walafiat dan beraktivitas normal.

Awal 2022, saya memang sudah sempat membatin, “Sooner or later, I’ll got it deh. This is just too easily spread.”

Tiga hari sebelum akhirnya berantigen positif, badan sudah berasa mau sakit – sampai di hari H positif, tambah nggak karuan lagi. I knew I have it – bahkan saat antre antigen, saya sudah cari tempat isoman.

 

Begitu memang positif beneran, saya langsung kabur mengasingkan diri. Suami saya minta tes, dia aman. Orang rumah juga aman. Tapi suami tetap maskeran sambil tidur – kami pisah ranjang dan pisah rumah.

 

Tiga hari pertama, terasa up and down nya. Badan masih sakit, kepala pusing, kadang demam, mulai batuk. Tapi saya sungguh berprivilege karena saya masih bisa isoman dengan nyaman; makan aman, tidur aman. 

Di hari ke empat, saya sudah merasa lebih ‘waras’ – bisa melakukan pekerjaan rumah, bahkan memasak sendiri, menyisakan obat-obatan (yang saya tebus dari pemerintah) dan vitamin aneka rupa yang akhirnya memaksa saya untuk minum air lebih banyak dari biasanya.

Siang hari menjelang, kadang saya merasa bosan – masih untung ada perangkat dan akses untuk WFH, jadi akhirnya kadang saya sibuk dengan membalas surel dan koordinasi pekerjaan jarak jauh bersama team. Jika sudah malam, saya mencari kesibukan dengan berkomunikasi ulang bersama kawan-kawan saya yang jauh. 

 

Saat saya isoman kemarin, pemerintah masih menetapkan 10 hari mandatory isoman – dengan ketentuan bisa menggunakan exit PCR di hari ke-5 dan 6 apabila sudah negatif. Tapi saya tetap melakukan 10 hari isoman tanpa exit PCR, sayang uang – menurut saya.

Satu-satunya yang tidak membuat saya segera waras adalah ketidakmampuan saya hidup tanpa berkomunikasi langsung dengan orang. Saya walaupun menyukai sekali kegiatan me-time, tapi juga merasa nyaman ketika dapat bertemu, ngobrol dengan orang-orang.

 

Di hari ke 8 saya isoman, ternyata suami menyusul isoman hari ke-1. Sempat merasa kesal karena mengurus dia lebih repot – dibanding saat saya mengurus diri saya sendiri. Tapi ya dijalankan 😀 

Kami tetap pisah kamar, dan menghindari berada di 1 ruangan yang sama. Satu rumah tapi beda kamar dan menggunakan ponsel ketika harus ngobrol – rasanya kok seperti pasangan yang sedang ngambek-ngambekan 😀

 

Hari ke-10 dan saya keluar dari rumah.

Antigen, belanja bahan yang sudah habis, serta pindah tidur di rumah mama. Kesan pertama saya bawa motor lagi setelah 10 hari absen, kaget. Ternyata begitu rasanya seperti manusia goa yang baru keluar lagi; pusing melihat terlalu banyak cahaya, dan bingung dengan arah tujuan. Saya merasa bodoh karena harus mengulangi rute yang sama karena lupa jalan, bingung PIN ATM saya berapa, dan bingung karena diajak ngobrol orang. Semua rasanya kaku dan aneh, butuh lebih kurang 3 hari untuk saya back to normal lagi.

 

Butuh beberapa minggu juga untuk saya hilang sensasi ada dahak sehingga sering dehem-dehem sendiri; and so did my colleagues. Departemen tempat saya mengampu cukup kontroversial karena 5 dari 9 anggotanya positif dan harus isoman.

 

Hal lain yang challenging adalah tidak lain tidak bukan, penyesuaian kerja dan ritmenya. Sebelum akhirnya isoman kemarin, saya sebenarnya sedang semangat-semangatnya bekerja. Membuat target dan prioritas pekerjaan, eh kemudian pace-nya turun karena WFH. Di satu bulan ini, baru terbentuk dan naik lagi pace kerjanya seperti sebelumnya.

 

Lesson learntnya, saya sadar kalau kemarin itu saya sudah mulai lengah (lagi). Sudah malas cuci tangan sering-sering, malas juga minum vitamin, dan sering buka-buka masker. 

Kalaupun tidak bisa dihindari, gunakanlah kesempatan isoman untuk lebih mendekat dengan Tuhan, meditasi, journaling, atau beberes sudut rumah yang selama ini malas dibereskan. 

Harusnya gunakan juga untuk nulis blog dan bikin podcast ya, tapi apalah ternyata saya jadinya binge watching ke salah satu serial 😀

Instead of produktif di blog/podcast, saya malah buat tiktok nih!

Oh ya, jadikan juga masa isoman sebagai waktu menghubungi dan merajut tali silaturahmi lagi ke sahabat dan teman lama, serta keluarga jauh. Gunakan fasilitas yang disediakan pemerintah untuk akses obat dan vitamin gratis, dan be gentle dengan badan. Kalau memang harus ada waktu untuk sembuh, ya sudah biarkan saja ia menyembuhkan sendiri – jangan dipaksa.

Listen to your body, kalau lelah, selain sambat, bisa loh sama istirahat juga. And yeah do your vaccine! 

Stay healthy, 

~annpoet

Tinggalkan Balasan